Progres Pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung

Pembangunan jalur kereta kecepatan tinggi di Indonesia telah melalui proses panjang, semenjak Jepang memperkenalkan kereta cepat mereka pada tahun 2008. Di tengah-tengah studi kelayakan tersebut, kerja sama proyek tersebut diambil alih oleh Republik Rakyat Tiongkok dengan menghadirkan skema yang menurut RRT “tidak memberatkan pemerintah”.

Untuk memulai konstruksi, Jokowi mengesahkan Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 sebagai sebuah Proyek Strategis Nasional. Pada 21 Januari 2016, Jokowi meletakkan batu pertama konstruksi di kawasan Perkebunan Teh Walini milik PTPN VIII. Estimasi pembiayaan proses konstruksi ini mencapai Rp70 triliun.

Pada tahun 2017, di Kota Beijing, RRT, telah ditandatangani Facility Agreement Pembiayaan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat, yang disaksikan langsung oleh Presiden Jokowi dan Presiden RRT Xi Jinping. Budi Karya Sumadi selaku Menteri Perhubungan mengingatkan kepada perusahaan kontraktor konstruksi agar segera mempercepat proses konstruksi. Menurutnya, pembebasan lahan menjadi masalah terhambatnya pembangunan infrastruktur, dan ia tidak mengharuskan pembebasan lahan rampung 100%. Kendati demikian, pembebasan lahan masih menjadi prasyarat yang harus dipenuhi agar pinjaman yang diberikan oleh China Development Bank dapat segera cair.

Trase yang ditetapkan adalah rute Jakarta–Bandung sejauh 142,3 km, dan didukung empat stasiun yakni Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar. Setiap stasiun akan dilengkapi fasilitas untuk mendukung pembangunan berorientasi transit (TOD) di sekitar stasiun. Terkait dengan rencana stasiun baru ini, Walini akan diproyeksikan sebagai sebuah kota terencana baru yang akan menjadi penyangga wilayah Bandung Raya. Proyek ini diproyeksikan akan menyerap 39.000 tenaga kerja saat proses konstruksi, 20.000 tenaga kerja saat proses pembangunan TOD, dan 28.000 tenaga kerja setelah operasi. Untuk mendukung operasional, KCIC akan menghadirkan 11 set kereta cepat dengan 8 kereta per rangkaian.

Proses pembangunan stasiun HSR di seberang Stasiun Padalarang

Proyek ini tidak selalu berjalan mulus. Estimasi biaya yang ditetapkan oleh KCIC semula berkisar US$6,1 miliar, tetapi pada November 2020, KCIC memperkirakan ada pembengkakan sehingga menjadi US$8,6 miliar, dan dari pihak manajemen mampu menekan biaya menjadi sebesar US$8 miliar. Kementerian BUMN mengatakan bahwa pembengkakan biaya ini akan ditutup dengan pendanaan dari konsorsium pemegang saham serta pinjaman. Konsorsium tersebut akan menanggung 25% cost overrun yang berasal dari penyertaan modal negara yang masuk ke PT Kereta Api Indonesia sebesar Rp4 triliun dan Tiongkok akan urun sebesar Rp3 triliun. Sebesar 75% sisanya berasal dari pinjaman.

Pada tanggal 18 Oktober 2021, KCIC menyatakan bahwa Stasiun Walini yang semula dimasukkan dalam daftar stasiun mereka, dicoret dari daftar stasiun, terkait dengan efisiensi biaya. Oleh karena itu, mereka akan memilih menggeser stasiun tersebut ke Padalarang untuk alasan integrasi moda.

Fase pertama dari kereta cepat Indonesia akan menghubungkan antara kota Jakarta dan Bandung, dan diberi nama Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Stasiun

  • Stasiun Halim, terintegrasi dengan BK Lin Bekasi
  • Stasiun Karawang
  • Stasiun Padalarang, terintegrasi dengan KA Lokal Bandung, KA Lokal Cibatu dan KA Pengumpan Kereta Cepat
  • Stasiun Tegalluar

Hingga 22 November 2022, progres pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah mencapai 88,8 persen. Dan saat ini sudah mulai memasuki masa uji coba kereta.