Kendaraan Yang Bebas Jalan Berbayar

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar elektronik. Nantinya, seluruh kendaraan bermotor, baik yang berbahan bakar mesin maupun bertenaga listrik.

Merujuk draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE), kebijakan ini merupakan pembatasan kendaraan bermotor secara elektronik pada ruas jalan, kawasan, dan waktu tertentu.

Meski berlaku untuk seluruh kendaraan, namun draft tersebut menyatakan ada pengecualian bagi kendaraan-kendaraan tertentu. Hal ini tercantum dalam Pasal 15 raperda tersebut.

Kendaraan-kendaraan yang mendapat pengecualian di antaranya:

a. Sepeda listrik
b. Kendaraan bermotor umum plat kuning
c. Kendaraan dinas operasional instansi pemerintah dan TNI/Polri kecuali/selain berplat hitam
d. Kendaraan korps diplomatik negara asing
e. Kendaraan ambulans
f. Kendaraan jenazah
g. Kendaraan pemadam kebakaran

Draft raperda itu juga mencantumkan, kebijakan ini bakal dilaksanakan di ruas jalan dan pada waktu tertentu.

“Pengendalian lalu linta secara elektronik pada kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik diberlakukan setiap hari dimulai pukul 05.00 WIB sampai 22.00 WIB,” demikian bunyi Pasal 10 Ayat (1) dalam raperda tersebut.

Berkaitan dengan tarif, Dishub DKI Jakarta telah mengusulkan besarannya berkisar antara Rp5.000 sampai Rp19.900 untuk sekali melintas.Namun demikian, draft tersebut menyatakan besaran tarif ERP ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah mendapat persetujuan DPRD DKI Jakarta.

Kendati demikian, belum diketahui pasti kapan kebijakan ini bakal diterapkan.

Kepala Dinas Perhubungan Syafrin Liputo pada awal November 2022 sempat mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih fokus penyiapan regulasi yang bakal memayungi kebijakan tersebut.

“Untuk ERP memang kami masih fokus kepada bagaimana penyiapan regulasinya, karena setelah sejak 2015 sampai dengan beberapa kali dilakukan memang terpantau bahwa selalu gagal, dan salah satu yang menjadi akar permasalahan adalah dari sisi regulasi,” kata Syafrin saat itu.